Tuesday, 20 May 2014

PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL PADA WANITA DAN ANAK



LAPORAN KONTRAK BELAJAR
PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL
PADA WANITA DAN ANAK
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa I




 












Disusun oleh :
RIYAN AKHMAD MUSTAGHFIRIN
NIM 1.1.20504



PRODI KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
2006
B A B   I
P E N D A H U L U A N

A.    LATAR BELAKANG
Disekitar kita banyak sekali ditemukan permasalahan-permasalahan sosial yang setiap hari kita bisa dengar atau baca berita baik itu di surat kabar, majalah, radio, televisi mengenai adanya pembunuhan, kerusuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan masih banyak lagi yang lainnya yang kesemuanya itu sungguh sudah sangat meresahkan. Bagaimana seorang anak yang tega membunuh orangtuanya sendiri, tawuran antar warga, seorang suami yang menganiaya istrinya, juga seorang ayah yang tega memperkosa anak gadisnya, masih ada teman yang menganiaya dan memperkosa temannya sendiri, atau wanita yang dianiaya secara seksual oleh pacarnya sendiri. dan hal tersebut sudah menjadi hal yang sangat biasa terjadi di negara kita.
Sebagai contoh kasus di Tanjung Uncang, Batam yang ditayangkan di acara “Jejak Kasus” Indosiar pada tanggal 8 Mei 2005 pukul 12.00 WIB, dimana seorang ibu yang datang ke kantor polisi dengan jerit tangis karena anak sulungnya yang masih duduk di bangku kelas 6 SD ‘digagahi’ oleh suaminya sendiri yang notabenenya adalah ayah kandung dari bocah tersebut. Pelaku mengaku sudah 3 kali melakukannya, tetapi sang anak mengatakan sudah 10 kali diperkosa oleh ayahnya. Yang lebih mencengangkan lagi pelaku mengatakan melakukan hal itu di samping istrinya pada saat sang istri tidur terlelap. Contoh lain yang dilansir Kompas, tanggal 10 Maret 2003 di kawasan timur Yogyakarta dua bersaudara berumur 3,5 tahun dan 5 tahun harus menerima kenyataan bahwa mereka tertular penyakit gonorrhea (salah satu jenis penyakit menular seksual). Mana mungkin anak yang belum memiliki ketertarikan seksual dengan lawan jenisnya tertular PMS. Belakangan diketahui bahwa mereka telah diperkosa oleh seorang kakek yang bertetangga dan cukup dikenal korban dan keluarganya.
Dalam catatan Komnas HAM Anak, kasus kekerasan terhadap anak cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Khusus kekerasan seksual pada tahun 2005, Komisi Perlindungan Anak mencatat ada 375 kasus yang didata berdasarkan pengaduan yang mereka terima. Itu artinya angka tersebut bisa bertambah jika menghitung kasus serupa yang tidak diadukan keluarga korban.
Permasalahan-permasalahan diatas menjadi suatu dilemma yang bisa menjadi sebuah gambaran betapa terpuruknya moral bangsa ini. Disaat seperti sekarang ini dimana semua orang mengembar-gemborkan kebebasan berekspresi sementara kebebasan tersebut tidak diimbangi dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat. Kasus perkosaan dan eksploitasi seksual terhadap anak-anak di bawah umur yang tentunya dalam hal ini kaum hawa dan anaklah yang menjadi korban dan obyek perilaku kekerasan seksual. Masih banyak kasus lain yang terjadi di sekitar kita yang bisa menggambarkan bahwa perilaku kekerasan seksual sudah tidak terhitung lagi banyaknya dan sudah tidak terkontrol lagi.
Para pelaku kekerasan seksual ini bukanlah orang yang sehat jiwanya, pasti ada sebabnya yang mendasari mereka sehingga mereka berperilaku menyimpang seperti yang disebutkan beberapa di atas.
Hal-hal inilah yang tersebut diatas, yang mendasari saya untuk mengambil kasus perilaku kekerasan seksual pada wanita dan anak sebagai judul laporan kontrak belajar ini. Dalam laporan ini, saya akan menitik beratkan pada dampak-dampak yang ditimbulkan pada korban perilaku kekerasan seksual.













B.     TUJUAN PENULISAN
1.      TUJUAN UMUM
Mengetahui dan memahami tentang perilaku kekerasan seksual pada wanita dan anak.
2.      TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan khusus yang ingin saya capai setelah penyusunan kontrak belajar ini selesai adalah saya mampu :
a.       Mengetahui dan memahami tentang pengertian perilaku kekerasan seksual pada wanita dan anak.
b.      Mengetahui tentang macam-macam perilaku kekerasan seksual pada wanita dan anak.
c.       Mengetahui dampak perilaku kekerasan seksual pada wanita dan anak.
d.      Mengetahui tentang dimensi-dimensi kekerasan seksual.
e.       Menjelaskan tentang rehabilitasi bagi para korban perilaku kekerasan seksual.
















B A B   I I
PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL
PADA WANITA DAN ANAK

A.    PENGERTIAN
Kata kekerasan disini diterjemahkan dari ”violence”. Violence berasal dari gabungan kata latin yaitu ”vis” yang berarti daya atau kekuatan dan ”latus” yang berarti membawa, yang kemudian berarti membawa kekuatan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan diartikan sebagai sifat atau hal yang keras, kekuatan, paksaan. Sedangkan paksaan berarti tekanan, desakan yang keras. Kekerasan sebagai suatu pengaruh tertentu yang menyebabkan realitas jasmani dan mental aktual seseorang ada di bawah realitas aktualnya. Artinya bahwa ada sistem atau kondisi (struktural), atau perlakuan (non struktural/langsung) yang menyebabkan seseorang tidak dapat mengaktualisasikan potensi dirinya (Galtung, 1992).
Dengan demikian, kata kekerasan mengacu pada suatu bentuk penindasan, pemaksaan, dan berbagai bentuk perlakuan lain yang menyebabkan seseorang dirugikan atau mengalami dampak negatif dalam berbagai bentuk. Sedangkan kekerasan seksual mengacu pada suatu perlakuan negatif (menindas, memaksa, menekan, dan sebagainya) yang berkonotasi seksual, sehingga menyebabkan seseorang mengalami kerugian.
Selain itu penganiayaan seksual dapat didefinisikan sebagai ekspresi dari kekuatan dan kekuasaan dengan cara-cara kekerasan seksual, paling umum pada pria terhadap wanita walaupun pria juga bisa menjadi korban dari penganiayaan seksual (Hoff, 1985 dikutip dari Townsend, 1998). Sedangkan penganiayaan seksual pada anak dapat didefinisikan sebagai adanya tindakan seksual mencakup tapi tidak dibatasi pada insiden membuka pakaian, menyentuh dengan cara yang tidak pantas, dan penetrasi (koitus seksual) yang dilakukan pada seorang anak untuk kesenangan seksual orang dewasa (Townsend, 1993).
Berikut ini merupakan tanda-tanda penganiayaan seksual pada anak, mencakup :
1.      Infeksi saluran kemih yang sering
2.      Kesulitan atau nyeri saat berjalan atau duduk
3.      Kemerahan atau gatal pada daerah genital
4.      Sering muntah
5.      Ansietas berlebihan dan tidak percaya kepada orang lain
6.      Penganiayaan seksual pada anak yang lain
7.      Mungkin memar pada beberapa area tubuh.
Sedangkan di bawah ini merupakan tanda-tanda penganiayaan seksual pada wanita (Burgess, 1984 dikutip dari Townsend, 1998), mencakup :
1.      Kontusio dan abrasi pada berbagai area tubuh
2.      Nyeri kepala, lelah, dan gangguan pola tidur
3.      Nyeri abdomen, mual, muntah
4.      Sekret vagina dan gatal, rasa terbakar saat defekasi, perdarahan dan nyeri rektal
5.      Kasar, mempermalukan, hasrat untuk balas dendam, menyalahkan diri sendiri
6.      Kekutan terhadap kekerasan fisik dan kematian
7.      Rasa tidak berdaya yang sangat dan kekerasan pribadi.

B.     MACAM-MACAM PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL PADA WANITA DAN ANAK
1.      Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual (Sexual harassment) adalah terminologi yang paling tepat umtuk memahami pengertian kekerasan seksual. Pelecehan seksual memiliki rentang yang sangat luas, mulai dari ungkapan verbal (komentar atau gurauan) yang jorok/ tidak seronoh, perilaku tidak seronoh (mencolek, meraba, mengelus, memeluk, dan sebagainya), mempertunjukkan gambar porno, serangan dan paksaan yang tidak seronoh (indecent assault) seperti memaksa untuk mencium atau memeluk, mengancam akan menyulitkan si perempuan bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga perkosaan. Pelecehan seksual dapat terjadi di mana pun selama ada percampuran lelaki dan perempuan di komunitas yang homogen. Namun banyak terjadi di tempat kerja, dan juga di tempat-tempat umum seperti di dalam bis kota, di jalanan, di pasar, dan sebagainya.

2.      Perkosaan
Perkosaan adalah bentuk kekerasan seksual yang paling populer dan dikenal oleh masyarakat luas. Menurut pasal 285 KUHP, perkosaan berarti memaksakan hubungan seksual (penetrasi penis ke dalam vagina) oleh lelaki terhadap perempuan yang bukan isterinya. Perkosaan tidak semata-mata dilakukan mengunakan cara pemaksaan atau ancaman, namun juga bujukan, janji-janji, dan penggunaan obat yang membuat korban tidak sadarkan diri. Perkosaan juga tidak selalu penetrasi penis ke dalam vagina tetapi juga dapat berupa sodomi (penetrasi penis ke dalam anus), dan oral seks. Korban perkosaan sebagian besar adalah wanita (walaupun tidak menutup kemungkinan pria yang menjadi korban), dan wanita usia 16-24 tahun adalah masa beresiko tinggi tetapi korban perkosaan juga ada yang berumur paling 15 bulan dan paling tua 82 tahun.

3.      Incest
Kekerasan seksual yang termasuk dalam kategori ini adalah yang terberat, karena pertimbangan bahwa si pelaku adalah orang dekat atau keluarga sendiri sehingga biasanya berulang terus, dan antara si korban dan si pelaku besar kemungkinannya untuk masih bisa bertemu. Korban incest biasanya anak-anak dan mereka seringkali tidak menyadari akan apa yang terjadi pada dirinya, mereka baru menyadari kelak setelah dewasa atau apabila kemudian terjadi kehamilan. Kekerasan seksual pada anak-anak ini biasanya terjadi tanpa perlawanan dan relatif jarang menimbulkan trauma fisik karena biasanya anak-anak tidak memahami apa yang terjadi pada dirinya.



4.      Bentuk kekerasan seksual yang lain
4.1   Ekshibisionisme
Merupakan kebiasaan seseorang yang suka memperlihatkan alat kelaminnya kepada orang lain, dan pelaku biasanya mendapatkan kepuasan dari ketakutan atau teriakan korbannya.

4.2   Pedophilia
Merupakan dorongan atau fantasi seksual yang biasanya dilakukan dengan anak-anak. Pelaku hanya akan terangsang oleh anak-anak dan biasanya melakukan perkosaan pada korban.
4.3   Algolagnia
Merupakan perilaku kekerasan seksual yang terkait dengan tindakan menyakiti dan disakiti. Pada Sexual Sadism, yang menjadi korban adalah orang lain. Sedangkan Sexual Masochisme adalah dirinya sendiri yang disakiti oleh pasangannya. Tindakannya antara lain dengan memukul, menggigit, menjambak, dan sebagainya.
4.4   Analingus
Merupakan tindakan untuk merangsang anus seseorang dengan mulut, lidah, bibir pasangannya, bahkan benda asing seperti botol atau bola lampu dengan cara memasukkannya ke dalam anus.

C.    DAMPAK PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL
Ada dua dampak yang terjadi pada korban kekerasan seksual menurut Galtung, 1992 yaitu :
1.      Dampak Fisik
Para korban kekerasan seksual kebanyakan diperlakukan secara tidak manusiawi dan disakiti fisiknya seperti dipukul, ditampar, ditendang, dan sebagainya. Banyak pula yang menderita cacat fisik seperti kulit belang-belang dan lebam, seluruh tubuh penuh luka, pincang kakinya bahkan ada yang menjadi kecil salah satu kakinya akibat ditendang, kerusakan alat kelamin, dan masih banyak lagi yang lainnya. Ada pula yang menderita penyakit yang berhubungan dengan alat kelamin seperti ruptur vagina, infeksi vagina, PMS, bahkan terkena HIV/AIDS. Masih ada korban yang tidak bisa hamil karena adanya disfungsi dari organ reproduksinya.
2.      Dampak Psikis
Kekerasan seksual selain membawa dampak fisik juga membawa dampak psikis bagi para korbannya. Mereka biasanya malu, takut yang berlebihan, merasa tertekan, dan merasa tidak punya masa depan. Mereka juga bisa mengalami trauma dalam berhubungan seksual dan takut apabila harus bertemu dengan orang yang telah melecehkannya. Kemungkingan mereka juga akan mengalami depresi, menarik diri dari lingkungan, pendiam, introvert, HDR, kurang percaya diri, bahkan mungkin menjadi agresif dan mengamuk. Yang lebih parah mereka bahkan mencoba mengakhiri hidupnya dengan cara bunh diri.
Akibat dari perkosaan biasanya adalah trauma jangka panjang, dimana mereka mengalami masalah psikologis yaitu sulit memulai hubungan dengan orang lain dan menerima cinta dari orang lain. Pada diri mereka muncul kecemasan-kecemasan yang berkaitan dengan penilaian teman sebaya terhadap dirinya, penilaian calon pacar, serta reaksi orang lain ketika mengetahui kejadian yang menimpa dirinya. Lebih lanjut, kecemasan tersebut dapat membuatnya menjadi ragu-ragu dalam menjalin hubungan antar jenis, menghindari atau bahkan menarik diri.
Menurut Shinto B Adelar seorang psikolog, kekerasan seksual membawa dampak menyeluruh pada diri korban yang meliputi aspek fisik, emosi, pikiran, moral, hubungan sosial, spiritual, perilaku maupun perkembangan kepribadian umumnya. Selain itu  konsep diri dan harga dirinya pun terpengaruh. Masih ada masalah psikososial lain yang menghadangnya seperti dikucilkan dari keluarga dan lingkungan, kehilangan suami, kehilangan penghasilan, perasaan berdosa, merasa dirinya kotor dan tidak berharga, dan lain-lain. Pada anak-anak diperkirakan akan mempengaruhi pemahaman dan persepsinya mengenai hubungan seksual. Persepsi mengenai kejadian yang menimpa mereka pun dapat berubah di masa remaja yang secara alamiah perhatian dan minat mereka dalam pergaulan antar jenis. Pada remaja tersebut akan timbul kecemasan-kecemasan yang berkaitan dengan penilaian teman sebayanya, penilaian calon pacar, reaksi orang lain ketika mengetahui masa lalunya dan sebagainya. Lebih lanjut, kecemasan itu dapat membuatnya menjadi ragu-ragu dalam menjalin hubungan antar jenis, menghindari atau bahkan menarik diri. Mungkin dia akan menilai bahwa dirinya ”sudah rusak” sehingga sudah tidak pantas lagi untuk berhubungan sengan orang lain. Selain itu dikhawatirkan pelecehan atau perkosaan dapat mempengaruhi orientasi seksual seseorang. Karena trauma dengan laki-laki misalnya seorang gadis memutuskan untuk menjalin hubungan dengan sesama jenis. Atau sebaliknya, pengalaman sodomi membuatnya terdorong untuk mengulanginya dengan teman sesama jenis entah itu sebagai pembenaran atas kejadian yang menimpanya atau secara tidak disadari sebagai tindakan balas dendam agar bukan hanya dirinya saja yang mengalami kejadian tersebut.
Beberapa perubahan perilaku bagi mereka yang dapat dicurigai sebagai akibat dari perilaku kekerasan yang mereka dapatkan menurut Tim Rifka Annisa Women’s Crisis Centre Yogyakarta, antara lain :
1.      Menyendiri
2.      Mengisolasi diri dari orang lain
3.      Enggan pergi ke tempat tertentu atau pergi dengan orang tertentu
4.      Menunjukkan perilaku yang merusak diri sendiri seperti pergi dari rumah, menyakiti orang lain secara fisik, terjerumus dalam penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol, atau mungkin bunuh diri

D.    DIMENSI-DIMENSI KEKERASAN SEKSUAL
Menurut I Marsana Windhu, 1992 dimensi kekerasan dibagi menjadi :
1.    Kekerasan fisik dan psikologis
Dalam kekerasan fisik tubuh manusia disakiti secara jasmani, bahkan bisa sampai pada pembunuhan. Disini jelas sekali bahwa kemampuan somatis korban akan berkurang atau hilang sama sekali. Situasi ini juga yang menyebabkan kesehatan jiwa dan rohani korban juga berkurang.


2.    Pengaruh positif dan negatif
Mengacu pada sistem orientasi imbalan (oriented reward) dimana seseorang dapat dipengaruhi tidak hanya dengan menghukum tetapi juga dengan memberi imbalan. Dalam sistem imbalan setidaknya terdapat sistem pengendalian, tidak bebas, kurang terbuka, dan cenderung manipulatif meskipun memberikan kenikmatan atau euforia. Yang ditekankan disini adalah kesadaran untuk memahami kekerasan yang luas itu penting adanya.
3.    Ada obyek atau tidak
Menurut Galtung, 1992 dalam setiap tindakan tetap ada ancaman kekerasan baik secara fisik maupun psikologis. Meskipun tidak memakan korban, tetapi dapat membatasi tindakan manusia. Meskipun tidak ada obyek yang langsung dikenai, tetap ada ancaman kekerasan baik pada diri seseorang atau apa yang dimiliki orang tersebut.
4.    Ada subyek atau tidak
Dampak kekerasan juga mempengaruhi pelaku karena akan ada suatu perasaan bersalah atau suatu ingatan yang mengganggunya sehinggadia akan mengalami stress.
5.    Disengaja atau tidak
Menurut Galtung, 1992 perbedaan ini justru penting karena akan mengungkap berbagai kemencengan pemahaman mengenai kekerasan yang dilakukan dengan sengaja. Pemahaman yang hanya menekankan unsur sengaja ini tentu tidak cukup untuk melihat dan mengatakan kekerasan struktural yan bekerja dengan halus dan tidak disengaja. Tetapi dilihat dari sudut korban, sengaja atau tidak kekerasan tetap kekerasan.
6.    Yang tampak atau tersembunyi
Kekerasan yang tampak dapat dilihat meski secara tidaklangsung, sedangkan kekerasan tersembunyi adalah sesuatu yang memang tidak kelihatan tapi bisa dengan mudah meledak. Kekerasan tersembunyi akan terjadi pada situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga tingkat realisasi aktualnya dapat menurun dengan mudah.

E.     REHABILITASI PARA KORBAN PERILAKU KEKERASAN SEKSUAL
Beberapa cara yang digunakan dalam program rehabilitasi atau pengembalian bagi para korban perilaku kekerasan seksual diantaranya yaitu dengan model konseling, misal melakukan konseling pada remaja. Kita harus membina hubungan saling percaya dengan para korban perilaku kekerasan seksual tersebut, yakinkan pada mereka bahwa kita tulus ingin membantu. Kita juga harus peka dalam mendengarkan kebutuhan klien dengan seksama, mengobati masalah medisnya, jika memungkinkan tawarkan tes kehamilan, memberikan informasi tentang PMS ataupun HIV/AIDS, dan juga adakan pengkajian psikologis serta kesehatan mental para korban kekerasan seksual tersebut.
Selain itu, untuk mengatasi masalah dari luka-luka fisik yang kemungkinan diderita oleh para korban kekerasan seksual bisa dengan membawa dan mengobatinya di tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit, puskesmas, klinik kesehatan, balai pengobatan, dan sebagainya.
Yang membutuhkan penanganan khusus adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan psikis para korban kekerasan seksual ini. Mereka mengalami stress psikologi yang mungkin bisa saja menjadi gangguan kesehatan mental atau kesehatan jiwa. Dukungan dari orang-orang terdekat maupun dari lingkungan sekitarnya sangat membantu mereka agar mereka tidak terlalu larut dalam kesedihan dan penderitaan yang sedang dihadapi. Tidak malah mengucilkan mereka dari pergaulan dan juga di lingkungan tempat tinggalnya. Pada intinya, kepedulian dan perhatian adalah dua kata yang sangat berarti dalam upaya membantu para korban kekerasan seksual ini dalam proses mereka melanjutkan hidupnya. Tunjukan pada mereka bahwa kita peduli pada penderitaan yang mereka alami.
Komnas HAM anak juga juga membuat sebuah lembaga yang dinamakan ”Crisis Centre”, dimana anak-anak dipisahkan jauh dari lingkungan yang membuatnya trauma, pemberian terapi-terapi yang membuat mereka bisa melupakan trauma tersebut, maupun bantuan yang bersifat advokasi.
Keluarga berperan besar dalam proses rehabilitasi para korban kekerasan seksual ini. Ketika kita sebagai keluarga mengetahui ada keluarga kita yang menjadi korban kekerasan seksual, maka respon yang paling baik adalah mendengarkan secara hati-hati apa yang mereka katakan dan memperhatikan perubahan perilaku mereka. Tunjukkan pada mereka bahwa kita peduli, bertanyalah kepada mereka dengan tanpa memaksa mereka untuk menjawab. Biarkan mereka tahu bahwa kita siap mendengarkan kapan saja. Setelah mereka menceritakan bahwa mereka telah mengalami kekerasan seksual, langkah awal yang tepat adalah dengan memberi dukungan. Selanjutnya ada beberapa tahap yan dapat dilakukan, antara lain :
1.      Bicaralah dengan anak di tempat yang terjaga privasinya, bawalah ke tempat yang tenang. Biarkan anak bercerita tentang apa yang terjadi dengan menggunakan bahasa mereka sendiri tanpa memaksa mereka untuk menjelaskan secara detail. Detail pertanyaan lebih baik dilakukan oleh orang yang terlatih.
2.      Dengarkan apa yang mereka ceritakan. Terimalah apa yang mereka ceritakan walaupun sulit untuk mempercayainya.
3.      Bersikap tenang dan jangan bereaksi berlebihan seperti marah.
4.      Tenangkan mereka. Biarkan mereka tahu bahwa kita akan menolong mereka dan jelaskan pula bahwa kita mungkin akan berbicara dengan orang lain yang akan membantu dia.
5.      Mencari pertolongan sesegera mungkin. Segera ke dokter atau rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan medis. Atau pergi ke crisis centre atau lembaga sosial lain yang memberikan layanan kepada para korban kekerasan seksual. Atau ke polisi untuk segera diproses secara hukum.






B A B   I I I
P E N U T U P

A.    KESIMPULAN
Perilaku kekerasan seksual merupakan ancaman terutama bagi wanita dan anak-anak, berapapun usianya, apapun status sosial-ekonominya, tingkat pendidikannya, dan faktor pendukung lainnya. Kekerasan seksual bisa terjadi dimana saja bahkan di rumah sendiri sekalipun, oleh siapa saja bahkan oleh suaminya sendiri atau keluarganya sendiri.
Bagaimana dampak bagi para korban perilaku kekerasan seksual itu sendiri dimana bisa terjadi trauma seksual, stress psikologi, kehamilan tidak dikehendaki (unwanted pregnancy), penularan PMS dan HIV/AIDS, gangguan fungsi reproduksi, kerusakan organ reproduksi, dan masih banyak lagi akibat lain yang ditimbulkan.
Program konseling bisa dilakukan sebagai salah satu bentuk rehabilitasi bagi para korban perilaku kekerasan seksual, dimana kita bisa membangun sebuah hubungan saling percaya dengan mereka adan ketulusanlah yang kita bawa untuk membantu mereka menyelesaikan permasalahan yang sedang mereka hadapi. Selain itu kepedulian dan perhatian adalah kunci dari semuanya agar bisa membantu mereka melanjutkan hidupnya.

B.     SARAN
Bagi seorang korban perilaku kekerasan seksual, dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat serta lingkungan di sekitarnya adalah sangat penting untuk mengembalikan kepercayaan dirinya disamping koping individu mereka tentunya. Oleh karena itu, anggapan-anggapan buruk tentang mereka harus segera dihapus. Terimalah mereka dalam keluarga dan lingkungan sosialnya dengan baik agar proses penyembuhan fisik dan psikisnya dapat lebih cepat.
Masyarakat juga hendaknya tidak mengisolasi para korban ini karena dengan penerimaan dirinya di masyarakat akan bermanfaat bagi mereka sekaligus menghapus luka psikologis yang diderita.
REFERENSI

Hidayana, I. M, dkk (2004) ”Seksualitas : Teori dan Realita”. Jakarta: Program Gender dan Seksualitas FISIP UI
Tomb, David. A (2003) ”Buku Saku Psikiatri Edisi 6”. Jakarta: EGC
Juningsih, Lucia (1999) ”Dampak Kekerasan Seksual Pada Jugun Ianfu”. Yogyakarta: Pusat Penerbit Kependudukan UGM
Townsend, Mary. C (1998) ”Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3”. Jakarta: EGC
Kaplan, Harold. I. Saddock, Benjamin (1998) ”Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat”. Jakarta: Widya Medika
Wisnu, I. Marsana (1992) ”Kekuasaan dan Kekerasan Menurut Johan Galtung”. Yogyakarta: Kanisius
Saputra, Erwin. Dison, Ahmad. Wulan. (Senin, 8 Mei 2006) “Jejak Kasus : Ayah, Teganya Dirimu” . http://news.indosiar.com
Tim Rifka Annisa Women’s Crisis Centre Yogyakarta (Senin, 10 Maret 2003). “Jangan Biarkan Masa Depan Bunga Terenggut”. http://www.kompas.com
Utami, Ruth Hesti (Sabtu, 13 Maret 2004) “Kekerasan Seksual terhadap Anak Ajarkan Anak untuk Berkata : Tidak!”. http://www.sinarharapan.co.id
Adelar, Shinto. B (24 April 2003) “Pelecehan Seksual dan Perkembangan Anak”. http://www.suarapembaruan.com




Terima kasih Telah Hadir Di Sini, untuk menggunakan template ini klik di SINI

2 comments:

Balas Juru Rawat

Thx tlah berkunjung

Balas Juru Rawat

Terimakasih atas saran link anda,,,,semoga membantu

copy smiley kode

Post a Comment

Dimohon untuk berkomentar yang sopan

 
-->