Sunday 21 June 2015

Makalah Katarak

Akademi Keperawatan “ YAKPERMAS “ Banyumas
Jl. Raya Jompo Kulon, Sokaraja, Banyumas 53181
Telp. / Fax. (0281) 6596816

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2009). Kekeruhan ini dapat mengganggu jalannya cahaya yang melewati lensa sehingga pandangan dapat menjadi kabur hingga hilang sama sekali. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).

Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.

Katarak memang dianggap sebagai penyakit yang lumrah pada lansia. Akan tetapi, ada banyak faktor yang akan memperbesar resiko terjadinya katarak. Faktor-faktor ini antara lain adalah paparan sinar ultraviolet yang berlebihan terutama pada negara tropis, paparan dengan radikal bebas, merokok, defesiensi vitamin (A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin, dan beta karoten), dehidrasi, trauma, infeksi, penggunaan obat kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, genetik dan myopia.

B.     Tujuan
Tujuan Umum
1.      Perawat dan pembaca dapat mengetahui definisi penyakit Katarak.
2.      Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana jenis-jenis penyakit Katarak.
Tujuan Umum
1.      Perawat dan  pembaca dapat mengetahui bagaimana gejala dan tanda-tanda penyakait Katarak.
2.      Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana penyebab penyakit Katarak.
3.      Perawat dan pembaca dapat mengetahui bagaimana pengobatan penyakit Katarak.

C.     Manfaat
1.      Dengan adanya makalah ini kita dapat mengetahui karakteristik dari penyakit Katarak.
2.      Dengan adanya makalah ini kita dapat mengantisipasi terjadinya penyakit Katarak.

D.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana penyakit Katarak bisa menyerang manusia ?
2.      Bagaimana awal terjadinya penyakit Katarak ?
3.      Bagaimana cara pengobatan penyakit Katarak ?






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
       Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya.
       Katarak berasal dari bahasa yunani “kataarrhakies” yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia, katarak disebut bular, yaitu penglihatan seperti tertutup air terjuan akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat keduanya ( Ilyas,1999 cit Anas Tamsuri, 2011 : 54 ).

B.     Etiologi
Katarak disebabkan oleh berbagai factor, antara lain:
a.       Trauma
b.      Terpapar substansi toksik
c.       Penyakit predisposisi
d.      Genetik dan gangguan perkembangan
e.       Iinfeksi virus di masa pertumbuhan janin
f.       Usia
Penuaan merupakan penyebab utama dari katarak (95 %) dan 5 % disebsbkan kerusakan congenital, trauma,keracunan atau penyakjit sistemik.
Derajat kerusakan yang disebabkan oleh katarak dipengaruhi oleh lokasi dan densitas ( kepadatan) dari kekeruhan selain karena umur ,pekerjaan gaya hidup dan tempat tinggal seseorang.
Menurut etiologinya katarak dibagi menjadi :
1.      katarak seni.le ( 95 %) .
katarak ini disebabkan oleh ketuaan (lebih 60 tahun).
Menurut catatan The framinghan eye studi, katarak terjadi 18 % pada usia 65– 74 tahun dan 45 % pada usia 75 – 84 tahun. Beberapa derajat ktarak diduga terjadi pada semua orang pada usia 70 tahun.
Ada 4 stadium antara lain :
a.       Katarak insipien : stadium ini kekeruhan lensa sektoral dibatasi oleh bagian lensa yang masih jernih.
b.      Katarak intumesen : kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratip menyerap air.
c.       Katarak matur : katarak yang telah menegani seluruh bagian lensa. Katarak ini dapat diopperasi.
d.      Katarak hepermatur : katarak mengalami proses degenerasi lanjut keluar dari kapsul lensa sehingga lensa mnegecil, berwarna kuning dan keringf sertya terdapat lipatan kapsul lensa (Jounole zin kendor). Jika berlanjut diserrtai kapsul yang tebal menyebabkan kortek yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar sehingga berbentuk seperti sekantong susu dengan nucleus yang terbenam yang disebut katarak Morgageeeni.
2.      Katarak congenital
Katarak yang terjadi sebelum atau segera setelah lahir ( bayi kurang dari 3 bulan).
Katarak congenital digolongkan dalam :
a.       Katarak kapsulo lentikuler
Merupakan katarak pada kapsul dan kortek.
b.      Katarak lentikuler: merupakan kekeruhan lensa yang tidak mengenai kapsul.
Katarak congenital atau trauma yang berlanjut dan terjadi pada anak usia 3 bln sampai 9 tahun katarak juvenil .
3.      Katarak traumatic : terjadi karena cedera pada mata, seperti trauma tajam/trauma tumpul, adanya benda asing pada intra okuler,X Rays yang berlebihan atau bahan radio aktif. Waktu untuk perkembangan katarak traumatic dapat bervariasi dari jam sampai tahun.
4.      Katarak toksik : Setelah terpapar bahan kimia atau substansi tertentu ( korticostirot,Klorpromasin/torasin,miotik,agen untuk pengobatan glaucoma).
5.      Katarak asosiasi : penyakit sistemik seperti DM, Hipoparatiroid,Downs sindrom dan dermatitis atopic dapat menjadi predisposisi bagi individu untuk perkembangan katarak.
Pada penyakit DM, kelebihan glukosa pada lensa secara kimia dapat mengurangi alcoholnya yang disebut L-Sorbitol. Kapsul lensa impermiabel terhadap gula,alcohol dan melindungi dari pelepasan. Dalam usaha untuk mengenbalikan pada tingkat osmolaritas yang normal lensa diletakan pada air (newell, 1986).
6.      Katarak komplikata : Katarak ini dapat juga terjadi akibat penyakit mata lain (kelainan okuler). Penyakit intra okuler tersebut termasuk retinitis pigmentosa, glaucoma dan retina detachement. Katarak ini biasanya unilateral.

C.     Patofisiologi
       Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut dan pada usia diatas 70 tahun, dapat diperkirakan adanya katarak dalam berbagai derajat, namun katarak dapat juga diakibatkan oleh kelainan konginental, atau penyulit penyakit mata lokal menahun. Secara kimiawi, pembentukan katarak ditandai oleh berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kandungan kalium, asam askorbat, dan protein berkurang. Lensa yang mengalami katarak tidak mengandung glutation. Usaha mempercepat atau memperlambat perubahan kimiawi ini dengan cara pengobatan belum berhasil dan penyebab maupun implikasinya tidak diketahui. Akhir – akhir ini, peran radiasi sinar ultraviolet sebagai salah satu faktor dalam pembentukan katarak senil, tampak lebih nyata. Penyelidikan epidemiologi mennjukan bahwa di daerah – daerah yang spanjan g tahun selalu ada sinar matahari yang kuat, insiden kataraknya meningkat pada usia 65 tahun atau lebih. Pada penelitian lebih lanjut, ternyata sinar ultraviolet memang mempengaruhi efek terhadap lensa. Pengobatan katarak adalah dengan tindakan pembedahan, lensa diganti dengan kacamata afakia, lensa kontak atau lensa tanam intraokular. ( Anas Tamsuri, 2011 : 55 – 56 )







D.   
KLASIFIKASI KATARAK
 
PATHWAYS















 

















































E.     Manifestasi Klinik
       Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subjektif.  Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.  Temuan objektif biasanya meliputi pengembunann seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop.  Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina.  Hasilnya adalah pendangan menjadi kabur atau redup, mata silau yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.  Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.

F.      Pemeriksaan Penunjang
       Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1.      Kartu mata snellen/mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit sistem saraf, penglihatan ke retina.
2.      Lapang Penglihatan : penurunan mungkin karena massa tumor, karotis, glukoma.
3.      Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)
4.      Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma.
5.      Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma
6.      Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan.
7.      Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.
8.      EKG, kolesterol serum, lipid
9.      Tes toleransi glukosa : kontrol DM
10.  Keratometri.
11.  Pemeriksaan lampu slit.
12.  A-scan ultrasound (echography).
13.  Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi.
14.  USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
G.    Penatalaksanaan
       Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat  dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak diperlukan tindakan operasi.
       Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki lensa mata,  tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi. Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari. Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1.      Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2.      Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata bisa fokus pada objek jauh
3.      Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier ke saraf optikus di bagian belakang mata.
       Sebagian atau seluruh uvea bisa mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika terbatas pada koroid disebut koroiditis.
Juga operasi katarak akan dilakukan bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya
Indikasi dilakukannya operasi katarak :
a.       Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam melakukan rutinitas pekerjaan.
b.      Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
c.       Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60




Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
1.      ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
ICCE yaitu dengan mengangkat semua lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi yg tersedia. Pada pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah kemudahan proses ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi mengalami retinal detachment dan mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler. Salah satu teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery, lensa dibekukan dengan probe super dingin dan kemudian diangkat.
2.      ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction)
Terdiri dari 2 macam yakni:
a.       Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar sehingga penyembuhan lebih lama.
b.      Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap. Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm.  Lensa mata yang keruh dihancurkan (Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat kembali menjadi jelas.

H.    Kompikasi
Komplikasi yang terjadi nistagmus dan strabismus dan bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.

I.       Pengkajian keperawatan   
a.       Anamnesa
Anamnesa yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1.      Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia (Katarak bisa terjadi pada semua umur tetapi pada umumnya pada usia lanjut dan Pada pasien dengan katarak konginetal biasanya sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun, sedangakan pasien dengan katarak juvenile terjadi pada usia < 40 tahun, pasien dengan katarak presenil terjadi pada usia sesudah 30-40 tahun, dan pasien dengan katark senilis terjadi pada usia > 40 tahun), jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung atau Pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga,  dan keterangan lain mengenai identitas pasien.




2.      Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain :
·         Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak).
·         Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah.
·         Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film.
·         Perubahan daya lihat warna.
·         Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata.
·         Lampu dan matahari sangat mengganggu.
·         Sering meminta ganti resep kaca mata.
·         Lihat ganda.
·         Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat (hipermetropia).
·         Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain.

3.      Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti :
·         DM
·         Hipertensi
·         Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak.

4.      Aktifitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

5.      Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah gangguan penglihatan kabur/tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata)

6.      Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan/atau mata berair. Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.

7.      Pembelajaran/pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress, alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.

b.      Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring (45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh (iris shadow). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur.

c.       Pemeriksaan Diagnostik
1.      Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan): mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
2.      Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
3.      Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik/infeksi.
4.      EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: dilakukan untuk memastikan aterosklerosis.
5.      Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.

J.       Masalah Keperawatan
A.    Pre Operatif
1.      Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
2.      Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori penglihatan-kehilangan vitreus, pandangan kabur
3.      Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
B.     Post Operatif
1.      Nyeri akut berhubungan dengan trauma insisi
2.      Gangguan persepsi sensori- perceptual penglihatan berhubungan dengan fungsi mata terpasang bebat
3.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan prognosis, pengobatan, kurang terpajan informasi, keterbatasan kognitif.
4.      Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
















K.    Intervensi
A.   Pre-Operatif
No.
Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
-     Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-    Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Mandiri
1)    Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.


2)    Orientasikan klien tehadap lingkungan.





3)    Observasi tanda-tanda disorientasi.







4)    Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
5)    Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
6)    Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
Mandiri
1)    Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif.
2)    Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3)    Terbangun dalam lingkungan yang tidak di kenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan kebingungan terhadap orang tua .
4)    Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5)    Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
6)    Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
2
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi cedera dengan criteria hasil:
-     Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
-     Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.



Mandiri:
1)    Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
2)    Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.


3)    Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4)    Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dengan anastesi.
5)    Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam, dan latihan relaksasi.
6)    Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.


7)    Observasi pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah pir.

Kolaborasi:
8)    Berikan obat sesuai indikasi:
Antiemetic, contoh proklorperazin (Compazine), Asetazolamid
Mandiri:
1)    Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2)    Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stress pada jahitan/jahitan terbuka.
3)    Menurunkan stress pada area operasi/menurunkan TIO.


4)    Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
5)    Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.




6)    Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
7)    Menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.

Kolaborasi:
8)    Mual/muntah dapat meningkatkan TIO. Memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan.Membatasi kerja enzim pada produksi akueus humor
3
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 2x24 jam diaharapkan kecemasan px berkurang dengan criteria hasil:
-     Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
-     Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
-     Pasien dapat mengungkapkan pemahaman mengenai informasi pembedahan yang diterima.
1)    Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.

2)    Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
3)    Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.

4)    Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.


5)    Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
6)    Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunakan.
1)    Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.

2)    Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

3)    Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4)    Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.

5)    Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.

6)    Mengurangi perasaan takut dan cemas.

B.   Post Operatif
No.
Dx
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri pasien dapat berkurang / hilang
Kriteria hasil :
- klien dapat mengontrol nyerinya
Skala nyeri 0 (0-10)
1)    Kaji tngkat nyeri pasien dengan menggunakan skala nyeri dan pengukuran TTV

2)    Berikan kompres dingin sesuai dengan permintaan untuk trauma tumpul
3)    Kurangi tingkat pencahayaan

4)    Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai dengan resep

1) skala nyeri yang tinggi dan disertai peningkatan nadi dapat menggambarkan tingkat nyeri yang di rasakan oleh pasien
2) mengurangi edema akan mengurangi nyeri



3) cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman
4) pemakaian sesuai resep akan mengurangi nyeri dan TIO
2
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan dapat meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu dengan Kriteria Hasil :
-     Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
-    Mengidentifikasi/memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Mandiri
1.    Kaji ketajaman peng-lihatan, catat apakah satu atau dua mata terlibat.


2.    Orientasikan klien tehadap lingkungan.




3.    Observasi tanda-tanda disorientasi.







4.    Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dengan menyentuh.
5.    Ingatkan klien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25 persen, penglihatan perifer hilang dan buta titik mungkin ada.
6.    Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan/posisi yang tidak dioperasi.
Mandiri
1.    Kebutuhan tiap individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif.
2.    Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan, menurun-kan cemas dan disorientasi pasca operasi.
3.    Terbangun dalam lingkungan yang tidak di kenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan kebingungan terhadap orang tua .
4.    Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.

5.    Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan dan meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.

6.    Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlukan.
3
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan pengetahuan px bertambah dengan criteria hasil:
-     Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Mandiri :
1)      Kaji informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.


2)      Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.









3)      Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
4)      Diskusikan kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.









5)      Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain).

6)      Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton televisi.











7)      Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
8)      Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada malam.

9)      Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas dengan kepala kebelakang (bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata terbuka.
10)  Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh: pindah kan perabot dari lalu lalang.

11)  Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan pelunak feses yang dijual bebas bila diindikasikan.
12)  Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.
Mandiri:
1)    Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2)    Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam dua minggu sampai beberapa tahun pasca operaasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki defisit penglihatan.
3)    Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.

4)    Penggunaan obat mata topikal, contoh agen simpatomimetik, penyekat beta, dan agen anti kolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM; gejala krisis hipoglikemik pada diabetes tergantung pada insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak diinginkan.
5)    Aktivitas yang menyebabkan mata lelah atau regang, manufer Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan.Catatan: iritasi pernafasan yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.

6)    Memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh.Catatan:menonton televisi frekuensi sedang menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit menimbulkan stres dibanding membaca.
7)    Dapat meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
8)    Mecegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
9)    Mencegah cedera kecelakaan pada mata.











10) Menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan ke dalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11) Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.




12) Intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.
4
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24jam diharapkan tidak terjadi infeksi dengan criteria hasil :
-  Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam
-  Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.



Mandiri
1)    Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
2)    Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
3)    Tekankan pentingnya tidak menyentuh/ menggaruk mata yang dioperasi.
Kolaborasi:
4)    Berikan obat sesuai indikasi :
-        Antibiotic (topical, parenteral,atau subkonjungtival).
-        Steroid

Mandiri
1)    Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.

2)    Teknik aseptik menurunkan risiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.







3)    Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

Kolaborasi:
4)    Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan: steroidmungkin ditambahkan pada antibiotic topical bila pasien mengalami implantasi IOL.









BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
       Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yaitu katarak senile, kongenital, traumatic, toksik, asosiasi, dan komplikata.
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) lensa sering terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk katarak yang paling sering terjadi.



























DAFTAR PUSTAKA

Anas Tamsuri,  2011, Klien Gangguan Mata dan Penglihatan Jakarta. EGC
Sidarta llyas, 2003, Ilmu Penyakit Mata Jakarta FKUI
Read more » Terima kasih Telah Hadir Di Sini, untuk menggunakan template ini klik di SINI
 
-->